What We Read


Thursday, May 19, 2011

Review: Bec - Darren Shan




Seakan tak pernah habis, iblis-iblis bertampang mengerikan terus bermunculan dengan rasa lapar mereka tak pernah terpuaskan. Mereka mendatangi pemukiman penduduk dan menyebarkan mimpi buruk. Menyerang dan membunuh mereka yang lengah. Ribuan korban berjatuhan. Anak-anak, perempuan bahkan pria dewasa sekalipun. Satu demi satu klan musnah. Banyak di antaranya yang hanya menyisakan rumah-rumah tak berpenghuni yang sebagian besar porak-poranda. Hanya mereka yang memiliki persenjataan, kemampuan bela diri, dan sedikit sihir yang nampaknya mampu bertahan. Setidaknya bisa hidup lebih lama.

Adalah Bec, anak perempuan yang dididik menjadi penyihir wanita. Ia diharapkan akan tumbuh besar sebagai peyihir yang cakap yang mampu membantu klan. Daya serap Bec sangat cepat, ia dengan mudah menghapalkan mantera, menyembuhkan mereka yang terluka ataupun memperdaya satu dua iblis dengan sihirnya. Sayangnya, tidak seperti Banba, gurunya, kemampuan sihirnya masih dangkal dan lemah. Sihir yang ia miliki sekarang tidak mampu melindungi seluruh anggota klan.

Suatu hari, klan kedatangan anak laki-laki yang sangat gesit dan mampu berlari sangat kencang. Tak banyak kata-kata yang dapat diucapkannya. Semua pertanyaan hanya dijawabnya dengan cengiran ataupun satu dua patah kata yang diucapkan berulang-ulang. Walau aneh anak ini lah yang mempertemukan anggota kawanan Klan termasuk Bec bertemu dengan pria bernama Drust, seorang druit.

Di bawah pimpinan Drust, Bec banyak belajar mantera baru. Walau mengalami banyak kesusahan, Bec bisa mengasah dan meningkatkan kemampuan sihirnya. Setelah menghabiskan beberapa hari bersama,Bec dan kawanan Klan sepakat untuk memulai petualangan bersama sang druit. Perjalanan menelusuri daerah-daerah berbahaya ini sangat melelahkan. Para iblis pun setiap saat menghantui di setiap kesempatan. Mereka tahu betul bahwa misi yang mereka emban sangat berat. Namun mereka tidak dapat berhenti dan kembali pulang. Karena hanya inilah satu-satunya kesempatan untuk menghalau para iblis, melindungi klan yang tersisa dan mencegah jatuhnya lebih banyak korban. Dan yang jauh lebih penting, menggagalkan tujuan para Demonata.

Sebelum membaca buku ini, sempat terpikir saya akan menemukan beberapa tokoh dari seri sebelumnya. Sayangnya saya tidak menemukan siapa-siapa kecuali sang Demonata dan familiarnya, Vein. Saya sempat bingung dan bertanya-tanya mengenai setting waktu dan tempat. Ternyata ini,telah dipikirkan oleh sang penulis.Di halam terakhir, Darren Shan menjelaskan semuanya. Menjadi alasan mengapa Grubbs, Dervis ataupun Kernel sama sekali tidak disebut-sebut.

Seperti buku-buku sebelumnya, buku keempat ini juga memberikan banyak kejutan. Darren Shan tidak memberi petunjuk sama sekali, kemana ceritanya mengalir. Namun dibandingkan buku yang lain, Bec benar-benar menguras emosi. Saya tidak pernah menyangka akan akhir cerita yang membuat saya menitikan air mata. Untuk pertama kalinya Lord Loss membuat saya patah hati. Dari buku ini juga terlihat dengan jelas, sejak dulu master iblis yang penuh intrik dan licik ini punya ratusan rencana yang telah disusun sangat rapi.

Bec, anak perempuan pertama yang menjadi tokoh utama di buku Darren Shan menjadi tokoh yang paling saya sukai. Tingkah laku dan pemikirannya menjadi salah satu alasan. Seperti ikatan Grubbs dan keluarganya, penggambaran Bec dengan tokoh-tokoh lain juga diceritakan dengan sempurna. Saya dengan mudah bisa merasakan emosi yang terjalin antara mereka.

Untuk penggemar Demonata, jangan sampai melewatkan buku ke empat ini. Karena satu demi satu puzzle dari tiga buku sebelumnya mulai tersusun dan membentuk gambar yang lebih jelas. Dari masalah kutukan keluarga sampai permainan catur yang digemari sang Demonata. Di buku ini juga terjawab mengapa dari tahun ke tahun jumlah iblis tak pernah berkurang. Bahkan ketika kawanan mereka telah banyak dibunuh oleh manusia dalam pertarungan mempertahankan hidup.

Tak sabar rasanya membaca buku selanjutnya.

Cover
Rasanya saya harus berhenti berharap akan menemukan cover yang menarik untuk seri Demonata. Mengingat buku pertama hingga ketiga pun tidak jauh beda. Setidaknya seramnya sosok salah satu Iblis digambarkan dengan baik. Namun untuk cerita yang ditulis oleh Darren Shan, tidak peduli disampul dengan cover yang sangat jelek sekalipun, saya pasti membacanya.

4/5

Penulis: Darren Shan
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, April 2011
Tebal: 352 hlm
Sumber: Koleksi Pribadi

Wednesday, April 20, 2011

Review: Daddy Long Legs - Jean Webster




Menurut aturan Panti Asuhan John Grier yang disetujui oleh para dewan pengawas, setiap anak yang telah berusia 16 tahun, harus segera keluar , meninggalkan panti dan dikirim bekerja di suatu tempat. Tahun itu Jerusha Abbott (Judy) adalah salah satu penghuni panti yang mendapatkan giliran tersebut. Ia tidak dapat lagi ditampung di tempatnya tumbuh dan berkembang.Sebenarnya, Judi sama sekali tak punya tujuan. Memikirkan rencana hendak ke manapun tidak terbersit sama sekali. Namun keberuntungan berada dipihaknya, seperti beberapa anak laki-laki di tahun sebelumnya, Judi diberi kesempatan untuk belajar di Perguruan Tinggi.

Sebagai balasan untuk semua biaya hidup dan  kuliah serta uang saku sebanyak tiga puluh lima dolar  yang akan diterimanya tiap bulan, Judi hanya diminta menulis surat setiap bulannya dan mengirimkan kepada pria yang tidak mau disebutkan identitasnya. Judi bahkan tak pernah melihat pengawas panti yang satu ini. Ia hanya sempat melihatnya dari kejauhan. Bayangan yang terbentuk di dinding koridor, membuat pria itu seakan-akan memiliki tungkai kaki yang sangat panjang. Hal itu mengingatkannya pada Daddy Long Legs, nama untuk laba-laba yang memiliki kaki-kaki yang panjang. Nama itu juga akhirnya digunakan disetiap surat yang ditulisnya.

Begitu kehidupan di perguruan tinggi pun dimulai,surat demi surat setiap bulannya pun dilayangkan  Judy untuk Daddy Long Legs. Di setiap lembarnya ia berkisah banyak hal. Dari teman-teman, pelajaran, kegiatan kampus ataupun perkenalannya dengan orang –orang baru.Rasanya Judy tak pernah kehabisan cerita. Selama hampir empat tahun,  tak hanya kisah dan petualangan Judy yang seru dan kadang kocak ini  yang terukir melalui goresan pena di atas kertas yang ditujukan untuk sang pengawas misterius. Namun surat-surat itu juga mengungkap semua mimpi, cita – cita dan juga cinta yang tersirat. 

~~~

Kalau tidak membaca buku ini saya tidak  buku ini, saya mungkin tidak akan pernah tahu asal muasal Daddy Long Legs. Saya juga tidak akan pernah tahu kalau tiga kata itu digunakan untuk menyebut seekor laba-laba. Seperti halnya Judy, Pria misterius yang kerap dipanggil Daddy membuat saya sangat penasaran dan sedikit gemas karena ketertutupannya. Saya tidah heran jika di bulan-bulan pertamanya di kampus, Judy selalu berharapkan surat balasan dari sang pengawas. Namun tidak seperti Judy, di pertengahan cerita, saya mulai dapat menebak-nebai siapa sesungguhnya pria yang tak pernah mempermasalakan uang sepersen pun yang digunakan untuk membiayai kuliah dan membelikan kado untuk Judy setiap natal. Dan benar saja, ketika sampai di halaman terakhir, dugaan saya tidak meleset. Saya senang karenanya, walau masih menyisakan banyak pertanyaan.
Dari surat-surat yang ditulisnya setiap bulan bagaimana sosok Judy mulai terungkap. 

Awalnya saya mengira akan dengan mudah menyukai tokoh utama dalam buku ini. Namun bukannya bersimpati, saya tidak jarang dibuat sedikit kesal oleh beberapa hal. Lihat saja bagaimana ia memutuskan melakukan sesuatu tanpa pernah berpikir dua kali, yang belakangan disesalinya. Mungkin itu juga yang membuat Judy tidak pernah menjadi anak kesayangan Mrs Lippett. Namun saya juga mendapati beberapa hal di diri Judy yang membuatnya istimewa di mata Daddy Long Legs. Sosok yang cerdas, pembawaan yang ceria, kejujurannya ataupun semangat yang meluap-luap. Satu hal yang membuat saya kagum, kata putus asa seakan tak pernah ada dalam kosakatanya. Lihat saja di bab-bab yang menceritakan kegagalannya menempuh ujian. Namun dari semua itu saya sangat suka dengan keingintahuannya terhadap hal-hal baru. Saya sangat menyukai surat-surat yang bercerita tentang buku-buku yang baru dibacanya ataupun pelajaran-pelajaran yang dipelajarinya di kelas.

Selama empat tahun, perubahan pada karakter Judy benar-benar terasa. Lihat saja bagaimana ia mulai melunak terhadap Julia ataupun jalan yang dengan terang-terangan diambil terhadap semua perintah ataupun larangan sang pengawas. Tidak hanya Judy, hal yang sama juga terasa pada karakter Daddy Long Legs.

Ketika selesai membaca buku ini, saya sontak teringat kisah candy-candy. Mungkin mangaka yang karyanya baik manga maupun animasi, yang saya gemari saat sd itu, juga terinspirasi dari buku karya Jean Webster ini. 

Semoga Dear Enemy, buku lanjutan Daddy Long Legs ini akan jauh lebih seru dibanding yang pertama. Karena beberapa kali saya merasakan kisah Judy ini terlalu panjang dan berulang. 

Cover dan ilustrasi
Suka banget ma warna dan  desainnya. Saya berharap ilustrasi di dalamnya akan sebagus sampul depan. Sayangnya yang saya dapatkan adalah ilustrasi yang seolah asal jadi. Namun sering saya dibuat tersenyum karenanya.Setidaknya beberapa gambar cukup mewakili apa yang dikatakan Judy di dalam setiap suratnya terasa lebih lucu. Saya jadi penasaran bagaimana ilustrasi di buku aslinya.  

Saya merekomendasikan  buku ini untuk semua yang menyukai kisah klasik. Kisah Judy dan Daddy Long Legs sangat sayang untuk dilewatkan.

Favorite quotes
" Dia sudah pergi, dan kami semua merindukannya!. Kalau Anda sudah terbiasa pada seseorang atau suatu tempat atau gaya hidup, dan kemudian hal tersebut direnggut dari Anda secara tiba-tiba, maka Anda akan merasakan kekosongan yang menyiksa."
" Yang terpenting adalah bukanlah kenikmatan -kenikmatan berskala besar, melainkan bagaimana kita mampu mengeksploitasi yang kecil-kecil secara maksimal. Saya sudah menemukan rahasia hidup abadi, Daddy, dan rahasia tersebut adalah menjalani hidup yang sekarang ini. Jangan terus menerus menyesali masa lalu atau mengkhawatirkan mada depan; namun raihlah sebanyak mungkin dari yang bisa didapatkan pada saat ini..."

~~~

Judul: Daddy Long Legs
Penulis: Jean Webster
Penerjemah: Ferry Halim
Penyunting: Ida Wajdi
Pewajah isi: Aniza Pujiati
Penerbit: Atria
Cetakan: I, Desember 2009
Tebal: 238 hlm, Koran
Sumber: Koleksi Pribadi

Friday, April 1, 2011

Kerutan Dalam Waktu (A Wrinkle in Time)


Kerutan dalam Waktu (Wrinkle In A Time)
Pengarang: Madeleine L'Engle
Penerjemah: Maria M. Lubis
Penyunting: Ida Wajdi dan Jia Effendie
Ilustrasi: Ella Elviana
Desain Sampul: Aniza
Penerbit: Penerbit Atria, Jakarta
Cetakan I, Agustus 2010
Jumlah halaman: 267 halaman, 13 x 20,5 cm
ISBN: 978-979-024-453-5
4.5 dari 5 bintang


Margaret Murry, yang disapa Meg, bukanlah gadis populer di sekolahnya, bukan juga gadis paling pintar di sekolahnya, walaupun kedua orangtuanya adalah ilmuwan. Dengan penampilan "mengerikan" pada masanya - berkawat gigi dan berkacamata - Meg dianggap anak yang aneh.

Meg punya sepasang adik kembar laki-laki dan seorang adik bungsu laki-laki bernama Charles Wallace berumur lima tahun, yang sering dianggap idiot, karena tidak pernah bicara di depan orang lain. Tapi baik Meg maupun ibunya tahu, bahwa Charles Wallace adalah anak cerdas.
Predikat "aneh" yang disandang oleh Meg semakin lengkap, ketika ayahnya sudah lama tidak pulang. Banyak desas desus mengatakan bahwa ayah mereka, Mr. Murry, melarikan diri dengan seorang wanita lain. Namun Meg, Charles Wallace dan ibunya meyakini, bahwa Mr. Murry tidak sedang melarikan diri.

Suatu ketika, Charles Wallace bercerita tentang seorang asing yang belum pernah didengar oleh Meg maupun ibunya - Mrs. Whatsit, yang tinggal di rumah tua di dalam hutan yang oleh anak-anak desa itu dianggap berhantu. Mrs. Whatsit dan kedua temannya, Mrs. Who dan Mrs. Which adalah makhluk dari planet lain yang mengetahui keberadaan Mr. Murry.

Charles Wallace mengajak Meg menuju rumah "berhantu", menemui ketiga teman barunya yang berwujud seperti nenek-nenek itu. Di perjalanan menuju rumah Mrs. Whatsit, mereka bertemu dengan Calvin O'Keefe, kakak kelas Meg di sekolah, yang populer di sekolahnya dan juga atlet basket. Sebetulnya, sama halnya dengan Meg, Calvin merasakan bahwa dia berbeda dengan anak-anak lain, namun dia berusaha tampil seperti teman-teman sekolahnya.

Ketiga nenek itu mengantar Meg dan Charles Wallace juga Calvin O'Keefe menuju sebuah planet di mana ayah mereka berada, planet Camazotz. Planet tempat ayah mereka dikuasai sesuatu bernama ITU yang mengerikan, kuasa kegelapan yang tidak dikehendaki makhluk manapun di berbagai planet. Untuk sampai di planet lain yang memakan waktu itu, mereka melakukan tesser, semacam proses perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan prinsip mengerutkan ruang dan waktu. Sehingga, ketika mereka kembali di bumi, seolah-olah mereka tidak berpindah ke manapun.

Ketika akhirnya sang ayah berhasil dibebaskan, Charles Wallace malah jadi sandera ITU. Ketika Meg, Calvin dan Mr. Murry nyasar di planet lain, Meg harus mengambil Charles Wallace kembali seorang diri. Karena hanya Meg-lah yang mampu mengambil Charles Wallace dari ITU. Ada sesuatu yang dapat mengalahkan ITU, yang tidak dimiliki ITU, yaitu cinta.

Buku ini ternyata buku klasik, ya. Hehe, baru tahu saya. Soalnya di situ ada keinginan Meg untuk memiliki mesin tik, alih-alih komputer, untuk memperbaiki tulisannya yang buruk. Hihi. Dan ternyata benar, waktu baca bagian Apresiasi oleh Anna Quindlan (saya nggak tahu beliau ini siapa, maafkan :D), A Wrinkle in Time ini ditulis oleh Madeleine L'Engle tahun 1962. Pantas saja!

A Wrinkle in Time menyiratkan pesan tentang tirani komunis, soalnya ketika Meg, Charles dan Calvin O'Keefe sampai di planet Camazotz, semua bangunan sama, berwarna sama, dengan tata letak sama, susunan yang sama, bahkan gerakan anak-anak bermain pun sama! Dan mereka takut sama ITU.

ITU memiliki pendapat bahwa "Perbedaan menciptakan masalah", yang kemudian dibantah oleh Meg dan berhasil menyelamatkan Charles Wallace dari cengkeraman ITU, karena Meg yang berbeda.

Saya suka buku ini dan akan menjadikannya lebih dari sekali dibaca. Kalo memang nggak tertarik sama Fisika, pasti rasanya njelimet. So far, saya enjoy aja dan malah jadi tahu lebih banyak tentang istilah Fisika dari sini. A Wrinkle In Time sarat dengan kutipan-kutipan yang inspiratif.

Seperti '"Tapi ingat," Mrs. Who berkata, "Euripides. TIdak ada yang mustahil; kita harus berharap akan segala sesuatu." (halaman 78).
Lalu, di halaman 79, "Qui plus sait, plus se tait. Prancis, kalian tahu. Jika seseorang tahu lebih banyak, dia akan lebih sedikit berbicara."

Cover? Saya suka! Cakep!

Thursday, March 31, 2011

Alvin Ho


Alvin Ho - Alergi pada Anak Perempuan, Sekolah, dan Hal-hal Seram Lainnya
Pengarang: Lenore Look
Penerjemah: Ferry Halim
Penyunting: Ida Wajdi
Penyelaras: Jia Effendie
Pewajah Isi: Aniza
Penerbit: Penerbit Atria, Jakarta
Cetakan I, Agustus 2010
Jumlah halaman: 186 halaman, 13 x 20,5 cm
ISBN: 978-979-024-457-3
4.5 dari 5 bintang


Buku ini bercerita tentang seorang Alvin Ho, bocah lelaki keturunan Cina, yang punya masalah dengan alergi. Alerginya bukan alergi biasa. Tapi alergi sekolah, alergi anak perempuan juga hal-hal seram lainnya, seperti elevator; terowongan; pesawat terbang; jembatan; kimchi; wasabi; kegelapan; guru pengganti; dan masih banyak lagi.

Setiap berada di sekolah, Alvin pasti tidak bisa berbicara. Suaranya selalu tercekat dan tidak dapat berkata-kata, tidak mampu membaca, menyanyi bahkan tersenyum pun sulit! Suaranya cuma muncul di rumah, mobil atau di dalam bus sekolah. Tidak hanya itu, Alvin Ho merasa tidak seorang anak lelaki pun mau bermain dengannya. Untuk itu dia berkonsultasi pada kakaknya, Calvin Ho.

Calvin memberi saran Aturan Berteman Menurut Calvin:
1. Bilang HALO.
2. Bilang saja HALO.
3. Bertukar kartu bisbol.
4. Bertukar lebih banyak kartu bisbol.
5. Cuma bertukar kartu bisbol.

Alvin Ho punya teman sebangku perempuan, bernama Flea. Flea adalah gadis yang keren di mata Alvin, karena kakinya panjang sebelah yang menjadikan jalannya terpincang-pincang juga matanya yang sebelah picak, sehingga menggunakan penutup mata. Mirip bajak laut.Flea ini sangat memahami Alvin, bahkan dia punya Buku Tentang Alvin Ho. Flea mampu menerjemahkan setiap ekspresi mata Alvin dan ditulisnya di buku itu. Sayangnya, Alvin tidak suka pada Flea, sehingga dia kerap melakukan hal-hal yang membuat Flea tersinggung. Menurut Alvin, anak perempuan cuma menyusahkan saja. Apalagi ternyata Flea suka membuntutinya ke manapun Alvin melangkah.

Alvin tidak pernah diajak bermain oleh teman-temannya. Pinky, anak laki-laki dengan badan terbesar di kelasnya yang otomatis menjadi pemimpin geng sekolah, tidak pernah menganggap Alvin Ho ada. Dengan begitu, maka anak laki-laki lain pun menganggap Alvin tidak pernah ada. Alvin teringat saran Calvin, untuk bertukar kartu bisbol. Maka, Alvin memberikan kartu bisbolnya pada Pinky - hanya supaya Pinky mau menyertakannya dalam gengnya. Padahal, kartu bisbol itu kan harta karun paling berharga buat Alvin.

Di buku ini banyak adegan yang membuat saya tergelak-gelak. Misalnya, Calvin menyarankan Alvin untuk melakukan Latihan Peregangan Tubuh untuk Mempercepat Pertumbuhan. Alvin bergantung di salah satu dahan pohon di halaman rumahnya, dengan posisi lutut menjepit cabang pohon. Awalnya mungkin belum berasa apa-apa, sampai ketika Anibelly, adik perempuan Alvin, mengingatkan mereka bahwa Mom sedang membuat kue. Anibelly dan Calvin pun bergegas masuk, meninggalkan Alvin yang tergantung di pohon, seperti bebek yang tergantung di jendela toko di Pecinan. Meski Alvin sudah berusaha berteriak, suara teriakannya kalah oleh suara permainan video game dan suara Anibelly yang sedang bernyanyi, "Lalalalalalalalalala.."

Lalu ketika Jules, teman sekelas Alvin, sakit cacar. Meski dilarang untuk mendatangi rumah Jules, Alvin dan teman-temannya malah sengaja mendatangi rumah Jules. Bahkan, Pinky menarik bayaran untuk membolehkan anak-anak menengok Jules. Sehingga, bisa ditebak, semua anak yang nekat main ke rumah Jules tertular cacar. Dan tentu saja ini menghebohkan, karena sekolah sampai ditutup selama dua setengah minggu. Bahkan menjadi berita di surat kabar bahwa ada epidemi cacar air di Concord. Si surat kabar mengatakan...
Korban pertama telah dikarantina secara hati-hati.
Semua anak telah diperingatkan untuk menjauhkan diri.
Bagaimana epidemi bisa terjadi masih tetap merupakan sebuah misteri.

Hahahaha... nggak ada yang tahu, kan, kalo sebenarnya anak-anak itu alih-alih menjauhkan diri dari korban pertama, mereka malah membantu menggaruk bagian tubuh yang gatal dari korban pertama itu.

Oya, akhirnya Alvin memang jadi dekat sama Pinky, gara-gara kartu bisbol. Hanya saja, ketika sudah mulai dekat dengan Pinky, Alvin diberi tantangan yang mustahil dilakukannya, seperti mesti melompat dari atap. Lalu menonton film hantu di ruang bawah tanah, yang padahal Pinky sendiri juga takut - dan jelas-jelas Alvin takut. Tidak hanya itu, mainan kesayangan Dad, Johnny Astro, mainan yang langka, rusak dan membuat Dad begitu sedih. Alvin lalu memutuskan untuk tidak mau bermain lagi dengan Pinky dan dia meminta kartu-kartu bisbolnya kembali.

Oke, Alvin memang konyol. Bertindak "bodoh" demi mendapatkan teman. Yah, siapa sih yang nggak ingin diajak main oleh orang yang tampak hebat di mata orang lain? Apa yang dirasakan Alvin mungkin juga dirasakan sebagian besar anak-anak yang merasa tidak punya teman. Maka, berbagai cara akan ditempuh untuk mengambil hati orang yang dianggap keren itu, supaya dia bisa diperhatikan juga. Sadar ketika ternyata orang yang dianggap keren itu sama sekali tidak keren, setelah terjadi banyak kerusakan. Dan Alvin telah menemukan "hikmah"nya.

Buku ini sudah pasti bakalan saya wariskan untuk Ilman. He must read it. Selain karena tokoh utamanya cowok, buku ini memang inspiratif. Dekat dengan kehidupan nyata seorang anak laki-laki. Dan di bagian belakang buku ini juga ada Daftar Kata alakadarnya Milik Alvin Ho, yang lumayan buat nambah pengetahuan kita. Dari sisi huruf nggak terlalu kecil dan rapat, jadi cukup enak dibaca. Ceritanya mengalir dan cepat sekali bisa saya habiskan. Saya kan termasuk pembaca yang lambreta. Jadi, yah, buku ini membuat saya bangga dengan prestasi saya, yang bisa menghabiskannya cuma dalam dua jam saja :D

Thursday, March 3, 2011

The Wind in the Willows


The Wind in the Willows, buku yang pertama kali terbit tahun 1908 ini bercerita tentang petualangan Tikus Tanah, Tikus Air, Luak dan Katak. Semua petualangan mereka tertuang dalam 12 bab. Bermula dari pertemuan kedua tikus di tepi sungai, petualangan mereka di hutan belantara sampai bagaimana kisah perebutan kembali Puri Katak dari tangan Rase yang jahat.

Dari semua karakter utama, yang paling saya sukai adalah sosok sang Katak. Bawaannya yang riang namun sombong, ceroboh, bahkan sering lupa diri membuat saya menikmati setiap kisahnya. Lihat saja bagaimana ia mengendarai mobil balap ataupun ketika berusaha kembali ke kediamannya dengan menyamar sebagai tukang cuci. Rasa gemas, kesal sampai kasihan bercampur aduk setiap kali bab tentang si Katak berakhir. Kisah katak menutupi beberapa bagian yang sedikit membosankan di buku ini.

Buku yang diterbitkan dalam format hardcover ini juga dilengkapi dengan ilustrasi. Gambar-gambar di setiap bab yang menyajikan ekspresi setiap karakter, sangat mempermudah saya untuk membayangkan bagaimana situasi yang terjadi. Bagaimana takutnya Tikus Tanah saat tersesat di Hutan Belantara ataupun beberapa seringai jahil dari si Katak.

Walau sempat membuat saya bingung karena merasa ada bagian yang hilang, kisah Tikus Tanah, Tikus Air, Luak dan Katak ini tetap mengalir.

Cover
Saya suka gambar dan pilihan warnanya

3/5

~~~

Judul Indonesia: Embusan Angin di Pohon Dedalu
Penulis: Kenneth Grahame
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Peyunting: Nadya Andwiani
Ilustrasi dan Pewajah Sampul: Ella Elviana
Cetakan I: April 2010
Penerbit: Mahda Books
Sumber: Hadiah dari editor