What We Read


Thursday, March 31, 2011

Alvin Ho


Alvin Ho - Alergi pada Anak Perempuan, Sekolah, dan Hal-hal Seram Lainnya
Pengarang: Lenore Look
Penerjemah: Ferry Halim
Penyunting: Ida Wajdi
Penyelaras: Jia Effendie
Pewajah Isi: Aniza
Penerbit: Penerbit Atria, Jakarta
Cetakan I, Agustus 2010
Jumlah halaman: 186 halaman, 13 x 20,5 cm
ISBN: 978-979-024-457-3
4.5 dari 5 bintang


Buku ini bercerita tentang seorang Alvin Ho, bocah lelaki keturunan Cina, yang punya masalah dengan alergi. Alerginya bukan alergi biasa. Tapi alergi sekolah, alergi anak perempuan juga hal-hal seram lainnya, seperti elevator; terowongan; pesawat terbang; jembatan; kimchi; wasabi; kegelapan; guru pengganti; dan masih banyak lagi.

Setiap berada di sekolah, Alvin pasti tidak bisa berbicara. Suaranya selalu tercekat dan tidak dapat berkata-kata, tidak mampu membaca, menyanyi bahkan tersenyum pun sulit! Suaranya cuma muncul di rumah, mobil atau di dalam bus sekolah. Tidak hanya itu, Alvin Ho merasa tidak seorang anak lelaki pun mau bermain dengannya. Untuk itu dia berkonsultasi pada kakaknya, Calvin Ho.

Calvin memberi saran Aturan Berteman Menurut Calvin:
1. Bilang HALO.
2. Bilang saja HALO.
3. Bertukar kartu bisbol.
4. Bertukar lebih banyak kartu bisbol.
5. Cuma bertukar kartu bisbol.

Alvin Ho punya teman sebangku perempuan, bernama Flea. Flea adalah gadis yang keren di mata Alvin, karena kakinya panjang sebelah yang menjadikan jalannya terpincang-pincang juga matanya yang sebelah picak, sehingga menggunakan penutup mata. Mirip bajak laut.Flea ini sangat memahami Alvin, bahkan dia punya Buku Tentang Alvin Ho. Flea mampu menerjemahkan setiap ekspresi mata Alvin dan ditulisnya di buku itu. Sayangnya, Alvin tidak suka pada Flea, sehingga dia kerap melakukan hal-hal yang membuat Flea tersinggung. Menurut Alvin, anak perempuan cuma menyusahkan saja. Apalagi ternyata Flea suka membuntutinya ke manapun Alvin melangkah.

Alvin tidak pernah diajak bermain oleh teman-temannya. Pinky, anak laki-laki dengan badan terbesar di kelasnya yang otomatis menjadi pemimpin geng sekolah, tidak pernah menganggap Alvin Ho ada. Dengan begitu, maka anak laki-laki lain pun menganggap Alvin tidak pernah ada. Alvin teringat saran Calvin, untuk bertukar kartu bisbol. Maka, Alvin memberikan kartu bisbolnya pada Pinky - hanya supaya Pinky mau menyertakannya dalam gengnya. Padahal, kartu bisbol itu kan harta karun paling berharga buat Alvin.

Di buku ini banyak adegan yang membuat saya tergelak-gelak. Misalnya, Calvin menyarankan Alvin untuk melakukan Latihan Peregangan Tubuh untuk Mempercepat Pertumbuhan. Alvin bergantung di salah satu dahan pohon di halaman rumahnya, dengan posisi lutut menjepit cabang pohon. Awalnya mungkin belum berasa apa-apa, sampai ketika Anibelly, adik perempuan Alvin, mengingatkan mereka bahwa Mom sedang membuat kue. Anibelly dan Calvin pun bergegas masuk, meninggalkan Alvin yang tergantung di pohon, seperti bebek yang tergantung di jendela toko di Pecinan. Meski Alvin sudah berusaha berteriak, suara teriakannya kalah oleh suara permainan video game dan suara Anibelly yang sedang bernyanyi, "Lalalalalalalalalala.."

Lalu ketika Jules, teman sekelas Alvin, sakit cacar. Meski dilarang untuk mendatangi rumah Jules, Alvin dan teman-temannya malah sengaja mendatangi rumah Jules. Bahkan, Pinky menarik bayaran untuk membolehkan anak-anak menengok Jules. Sehingga, bisa ditebak, semua anak yang nekat main ke rumah Jules tertular cacar. Dan tentu saja ini menghebohkan, karena sekolah sampai ditutup selama dua setengah minggu. Bahkan menjadi berita di surat kabar bahwa ada epidemi cacar air di Concord. Si surat kabar mengatakan...
Korban pertama telah dikarantina secara hati-hati.
Semua anak telah diperingatkan untuk menjauhkan diri.
Bagaimana epidemi bisa terjadi masih tetap merupakan sebuah misteri.

Hahahaha... nggak ada yang tahu, kan, kalo sebenarnya anak-anak itu alih-alih menjauhkan diri dari korban pertama, mereka malah membantu menggaruk bagian tubuh yang gatal dari korban pertama itu.

Oya, akhirnya Alvin memang jadi dekat sama Pinky, gara-gara kartu bisbol. Hanya saja, ketika sudah mulai dekat dengan Pinky, Alvin diberi tantangan yang mustahil dilakukannya, seperti mesti melompat dari atap. Lalu menonton film hantu di ruang bawah tanah, yang padahal Pinky sendiri juga takut - dan jelas-jelas Alvin takut. Tidak hanya itu, mainan kesayangan Dad, Johnny Astro, mainan yang langka, rusak dan membuat Dad begitu sedih. Alvin lalu memutuskan untuk tidak mau bermain lagi dengan Pinky dan dia meminta kartu-kartu bisbolnya kembali.

Oke, Alvin memang konyol. Bertindak "bodoh" demi mendapatkan teman. Yah, siapa sih yang nggak ingin diajak main oleh orang yang tampak hebat di mata orang lain? Apa yang dirasakan Alvin mungkin juga dirasakan sebagian besar anak-anak yang merasa tidak punya teman. Maka, berbagai cara akan ditempuh untuk mengambil hati orang yang dianggap keren itu, supaya dia bisa diperhatikan juga. Sadar ketika ternyata orang yang dianggap keren itu sama sekali tidak keren, setelah terjadi banyak kerusakan. Dan Alvin telah menemukan "hikmah"nya.

Buku ini sudah pasti bakalan saya wariskan untuk Ilman. He must read it. Selain karena tokoh utamanya cowok, buku ini memang inspiratif. Dekat dengan kehidupan nyata seorang anak laki-laki. Dan di bagian belakang buku ini juga ada Daftar Kata alakadarnya Milik Alvin Ho, yang lumayan buat nambah pengetahuan kita. Dari sisi huruf nggak terlalu kecil dan rapat, jadi cukup enak dibaca. Ceritanya mengalir dan cepat sekali bisa saya habiskan. Saya kan termasuk pembaca yang lambreta. Jadi, yah, buku ini membuat saya bangga dengan prestasi saya, yang bisa menghabiskannya cuma dalam dua jam saja :D

Thursday, March 3, 2011

The Wind in the Willows


The Wind in the Willows, buku yang pertama kali terbit tahun 1908 ini bercerita tentang petualangan Tikus Tanah, Tikus Air, Luak dan Katak. Semua petualangan mereka tertuang dalam 12 bab. Bermula dari pertemuan kedua tikus di tepi sungai, petualangan mereka di hutan belantara sampai bagaimana kisah perebutan kembali Puri Katak dari tangan Rase yang jahat.

Dari semua karakter utama, yang paling saya sukai adalah sosok sang Katak. Bawaannya yang riang namun sombong, ceroboh, bahkan sering lupa diri membuat saya menikmati setiap kisahnya. Lihat saja bagaimana ia mengendarai mobil balap ataupun ketika berusaha kembali ke kediamannya dengan menyamar sebagai tukang cuci. Rasa gemas, kesal sampai kasihan bercampur aduk setiap kali bab tentang si Katak berakhir. Kisah katak menutupi beberapa bagian yang sedikit membosankan di buku ini.

Buku yang diterbitkan dalam format hardcover ini juga dilengkapi dengan ilustrasi. Gambar-gambar di setiap bab yang menyajikan ekspresi setiap karakter, sangat mempermudah saya untuk membayangkan bagaimana situasi yang terjadi. Bagaimana takutnya Tikus Tanah saat tersesat di Hutan Belantara ataupun beberapa seringai jahil dari si Katak.

Walau sempat membuat saya bingung karena merasa ada bagian yang hilang, kisah Tikus Tanah, Tikus Air, Luak dan Katak ini tetap mengalir.

Cover
Saya suka gambar dan pilihan warnanya

3/5

~~~

Judul Indonesia: Embusan Angin di Pohon Dedalu
Penulis: Kenneth Grahame
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Peyunting: Nadya Andwiani
Ilustrasi dan Pewajah Sampul: Ella Elviana
Cetakan I: April 2010
Penerbit: Mahda Books
Sumber: Hadiah dari editor

Tuesday, March 1, 2011

The Mediator #3 - Reunion


Judul : The Mediator #3 - Reunion
Penulis : Meg Cabot (c) 2001
Penerjemah : Monica Dwi Chresnayani
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Januari 2011
Tebal : 259 halaman; 13,5 cm x 20 cm

Susanna adalah mediator, remaja yang bisa melihat hantu dan `mengusir` mereka dengan membantu mereka menyelesaikan 'tugas' yang belum selesai di dunia ini. Buku ini buku ketiga yang terbit dalam seri Mediator karya Meg Cabot.

Kali ini, Suze menghadapi segerombolan remaja yang masuk kelompok paling populer di sekolah saingan sekolahnya, gerombolan yang dijuluki Malaikat RLS oleh kepala sekolah mereka. Yah, keempat remaja itu memang anak-anak yang populer dan berpenampilan sangat menarik, sayangnya mereka sudah mati. Mati karena kecelakaan dan terjatuh ke jurang, suatu malam sepulang dari bersenang-senang.

Tapi benarkah penyebabnya karena kecelakaan, karena mereka masih gentayangan, dan menghantui seorang siswa teman sekelas Suze, Michael. Padahal penyelidikan polisi sudah membuktikan kalau Michael tidak bersalah dalam kecelakaan itu, kejadian itu murni kecelakaan.

Tetap saja, keempat hantu remaja itu terus menerus berusaha mencelakai Michael, yang kalau bukan karena pertolongan Suze, mungkin sudah sejak awal berhasil dibunuh mereka. Berbagai kejadian mulai dari jatuhnya boneka raksasa di mall, sampai terbelit ganggang di laut hampir merengut nyawa Michael.

Berkat bantuan Jess, Suze berhasil berkomunikasi dengan para hantu itu, yang begitu marahnya sehingga tak bisa didekati oleh Suze dan pastor Dome -- yaaa.. si pastor yang juga mediator dong huehehe --

Jadi seperti biasanya, sukses! hahahaha

Yah, gitu aja, banyak sih sebenarnya detil-detil seru yang bikin cerita ini menarik. Dan bahasanya yang juga ringan (dibantu terjemahan yang enak juga), jadi baca buku ini sih sangat menghibur, apalagi kalau lagi capek dan gak pengen baca yang berat-berat. Dan aku juga memang suka sama karakter Suze yang agak penyendiri, cenderung antisosial itu hihihihi :D

Hm, pengen komen covernya jg sih, hihihi, karena rada gak suka juga, kayaknya cewek di cover ini gak menggambarkan Suze yang cool dan antisosial itu, ekspresi wajahnya gak suka ih :P huehehehe

(cross post from : Blog Buku Kobo)